Nahnu Du’aatun Qabla Kulli Syai’in (Kami adalah da’i sebelum menjadi apapun). Inilah indahnya Islam mengajarkan kita bahwa sesungguhnya kita mempunyai tanggung jawab besar untuk memikul risalah agama ini, tetapi bukan hanya itu, Islam juga menuntut sebagai konsekuensi dari keber-Islam-an kita bahwa kita juga berkewajiban untuk menyampaikannya bukan hanya kepada sesama muslim tetapi juga kepada orang-orang yang belum ridho kepada kebenaran ajaran agama yang hanif ini. Islam bukan hanya menuntut seseorang sholeh secara pribadi, tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam juga menuntut orang tersebut sholeh secara sosial. Yang kami maksud sholeh secara sosial adalah mereka -orang yang sholeh secara pribadi- juga mempunyai tanggung jawab untuk mampu merekayasa lingkungan sekitarnya sehingga mereka dengan sadar mau menerima kebenaran Islam, dan untuk merekayasa kondisi ini hanya ada satu jalan, tidak ada pilihan jalan selainnya yaitu menyampaikan risalah ini kepada mereka melaui Berdakwah Dengan Hikmah dan Berdakwah Dengan Mau’idzah Hasanah. Bukankah Allah SWT telah berfirman :
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An Nahl: 125)
Rasulullah juga pernah mengingatkan kita dalam hadistnya :
“Agama ini adalah nasihat. Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin umat Islam, dan bagi seluruh kaum muslim.” (HR Muslim)
Titik sentral upaya kebangkitan Islam (Al khilafatu ‘ala minhajin nubuwah) adalah kebangkitan para pemuda. Olah karena itu, amat besar perhatian Islam terhadap para pemuda dalam muwujudkan tuntutan-tuntutan ini. Tidak disangsikan lagi karena memang “Pemuda adalah simbol hati yang masih jernih sehingga memiliki keyakinan dan iman yang kuat, kejujuran yang memungkinkan untuk memiliki ketulusan dan keikhlasan dalam beramal, serta semangat yang menggebu yang memungkinkan untuk beramal dengan sungguh-sungguh dan penuh dengan pengorbanan” (Hasan Al Banna).
Likulli marhalah rijaluha –Setiap marhalah dakwah memiliki rijal masing-masing yang memiliki karakter yang sesuai dengan karakter zamannya- dan sebagaian besar dari mereka adalah pemuda maka rasanya tidak salah jika saya mengatakan pemuda adalah sasaran dan target utama dalam dakwah, hal ini telah disinyalir dalam Al Qur’an dan Rasulullah melalui hadistnya.
“Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Rabb mereka, dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka.” (QS. Al Kahfi: 13)
“Saya wasiatkan para pemuda kepadamu dengan baik, sebab mereka berhati halus. Ketika Allah mengutus diriku untuk menyampaikan agama yang bijaksana ini, maka kaum mudalah yang pertama-tama menyambut saya, sedang kaum tua menentangnya.” (Al Hadist)
Selain itu, para pemuda adalah icon perubahan karena sepanjang sejarah meraka senantiasa Qobilut Taghyir (penerima perubahan) dan Anashir Taghyir (pelaku perubahan). Maka alangkah tidak berlebihan ketika Hasan Al Banna menyampaikan isi hatinya tentang para pemuda yang tulus hatinya “Oleh karena itu, sejak dulu hingga sekarang pemuda merupakan pilar kebangkitan. Dalam setiap kebangkitan, pemuda adalah rahasia kekuatannya. Dalam setiap fikrah, pemuda adalah pengibar panji-panjinya”. Alasan terakhir adalah karena pemuda memiliki semangat yang menggelora yang ingin menunjukkan eksistensinya sebagai pemuda yang mampu memikul tanggung jawab yang berat. “Gelora pemuda adalah romantisme perjuangan. Mereka senantiasa hendak menunjukkan diri sebagai manusia yang berarti yang dapat memikul tanggung jawab berat. Mereka berusaha memunculkan diri sebagai manusia yang memiliki poweritas,sehingga eksistensi jiwa mudanya benar-benar memancar” (Abdullah Nasih 'Ulwan)
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan” (Al Baqarah : 149). Terinspirasi dari ayat tersebut dan berdasarkan analisis kondisi maka kami -dengan sangat sederhana- dapat menguraikan objek dakwah ke dalam beberapa klasifikasi yang kami sebut dengan istilah 4A sehingga dalam setiap klasifikasi memerlukan perlakuan yang berbeda pula sebagai berikut :
1. Golongan Akademisi
Yang kami maksud “Golongan Akademisi” adalah objek dakwah yang hampir seluruh waktunya dihabiskan untuk menuntut ilmu pengetahuan. Dalam kamus mereka hanya dikenal “Tiada hari tanpa belajar!!!”. Untuk mereka kami siapkan metode-metode dakwah sebagai berikut :
- Dakwah Fardiyah :
Dakwah fardiyah dilakukan oleh asisten, hal ini karena dakwah yang bijak menurut Ustadz Sayyid Quthub adalah yang memperhatikan situasi dan kondisi dari para mad’u (objek dakwah). Jika mad’u adalah seorang akademisi maka yang melakukan dakwah fardiyah adalah seorang akademisi juga.
- Dakwah Ammah :
1. Seminar-seminar/ symposium/ Workshop yang berkaitan dengan disiplin ilmu kedokteran, yang kemudian kita ditinjau dari 2 segi yaitu segi ilmu kedokteran yang murni dan ilmu agamanya (fiqh kontemporer).
2. Pembentukan kelompok belajar yang dipimpin oleh seorang asisten
3. Kegiatan-kegiatan penelitian sebagai sarana “tafakkur”
4. Pengkajian ilmu kedokteran Islam, dll
2. Golongan Aktivis/ Organisatoris
Yang kami maksud dengan “Golongan Aktivis” adalah objek dakwah yang hampir sebagaian besar aktivitasnya adalah berorganisasi.
a. Golongan “Ideologis Kiri”
Yang kami maksud Golongan “Ideologis Kiri” adalah kelompok yang ditandai dengan gaya berpikir yang khas yaitu mengusung ide social demokrasi, sosialis, dan sejenisnya. Mereka sebenarnya sama-sama mengharapkan kebaikan bagi masyarakat, namun kebaikan yang mereka impikan diyakini akan terwujud dengan mengimplementasikan ideology mereka. Kepada mereka kami menyiapkan metode Berdialog Dengan Cara Yang Lebih Baik untuk menyakinkan bahwa tidak akan terjadi perbaikan tehadap bangsa ini, kecuali diperbaiki dengan manhaj (metode) perbaikan, pada awal kalinya dibangun, artinya perbaikan umat ini harus kembali kepada nilai-nilai ashalah (orsinil) sebagaimana kejayaan umat ini pertama kali dibangun oleh Muhammad Rasulullah SAW (Imam Malik).
Marilah kita menyimak perintah Allah swt. kepada Nabi Musa dan Nabi Harun, ketika hendak menghadapi Fir’aun. Di sini Allah swt mengajarkan sebuah cara yang sangat baik. Allah berfirman: “Pergilah kamu berdua kepada Fir`aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (Thaha: 42-43)
b. Golongan “Ideologis Kanan”
Yang kami maksud dengan “Golongan Ideologis Kanan” adalah mereka yang memahami Islam secara sempit. Mereka mengkafirkan golongan yang tidak sejalan dengan fikrah mereka. Kepada mereka kami akan saling menolong dan bekerja sama dalam hal-hal yang disepakati dan bertoleransi terhadap masalah khilafiyah.
3. Golongan Agamis
Yang kami maksud dengan “Golongan Agamis” adalah mereka yang dalam kehidupannya telah merasakan indahnya hidup bersama Islam. Inilah mungkin yang disebut oleh Rasulullah sebagai pemuda yang tumbuh dan berkembang dengan beribadah kepada Allah (HR Bukhari Muslim). Akan tetapi, kelompok inipun masih terbagi menjadi 3 golongan yang mungkin salah satu dari kelompok ini tidak termasuk dalam criteria Rasulullah di atas.
a. Golongan Hanif
Yang kami maksud dengan “Golongan Hanif” adalah kelompok yang memiliki pemahaman Islam namun dalam batas pemahaman secara umum dan ia membandingkan konsep hidup baik dari Islam atau selainnya. Kepada mereka kami menyiapkan : Ta’lim/ Tasqif, Kajian Fiqh, Tahsinul Qur’an, Pembelajaran bahasa Arab, Rihlah, dll
b. Golongan Rasionalis Islam
Yang kami maksud dengan “Golongan Rasionalisasi Islam” adalah mereka yang hanya memandang Islam sebagai konsumsi akal saja, sebatas wacana, atau filsafat. Kepada mereka kami akan Berdialog Dengan Cara Yang Lebih Baik untuk menjelaskan kepada mereka bahwa iman adalah at tasdiiqu bi qolbi, al qoulu bi lisan, al amalu bi dan kami akan menjelaskan kepada mereka bahwa “Aqidah adalah asas bagi aktivitas, amalan hati lebih penting dari amalan anggota badan. Namun upaya mencapai kesempurnaan pada kedua hal tersebut merupakan tuntutan syariat, meskipun kadar tuntutan masing-masing berbeda.” (Hasan Al Banna). Agama yang tegak dengan hati, berupa kaimanan dalam bentuk ilmu maupun keyakinan merupakan ushul(pokok), sedangkan aktivitas yang tampak merupakan cabang, dan itulah keimanan yang sempurna –Ibnu Taimiyah-
c. Golongan Emosional Islam
Yang kami maksud dengan “Golongan Emosional Islam” adalah mereka yang memiliki keterikatan secara emosi dengan Islam, mulai memaknai hidup dengan Islam dan cenderung reaktif dalam menyikapi permasalahan umat. Kepda mereka kami siapkan ta’lim, bedah buku-buku Islam, diskusi public tentang wajah dunia Islam saat ini, dll. Kami siapkan juga bulletin, pamphlet, dan brosur sebagai media untuk menyampaikan keadaan umat Islam di belahan bumi yang lain dan sebagai menyampaian kafa’ah syar’i.
4. Golongan Apatis
Yang kami maksud dengan “Golongan Apatis” adalah mereka yang tidak peduli dengan kondisi disekitarnya, tidak menghiraukan seruan da’wah dan tidak memberikan respon terhadap panggilannya. Orang-orang semacam ini menempati urutan terakhir dalam prioritas dakwah, karena kami meyakini kaedah yang mengatakan: "Ambillah yang mudah dan tinggalkan yang sulit, jika ada yang mudah". Kepada mereka kami tetap menyeru kepada kebaikan dengan syiar-syiar keislaman melaui bulletin, pamphlet, brosur, dll dengan harapan suatu ketika mereka akan menerima seruan ini dan mengikuti jejaknya. kami juga akan membuka ruang-ruang diskusi untuk mereka.
5. Golongan Antipati
Yang kami maksud dengan “Golongan Antipati” adalah mereka yang membenci dakwah ini dan menghalangi orang lain untuk mendapatkan hidayah Allah. Kepada mereka kami hanya meminta pertolongan dari Allah atas kejahatan mereka terhadap kami, di sisi lain kami akan tetap menyebarkan syiar-syiar Islam kepada mereka dan kami akan berusaha Berdialog Dengan Cara Yang Lebih Baik untuk membuktikan kepada mereka bahwa sesungguhnya Islam adalah rahmatan lil alamin (rahmat bagi semesta alam), kami tidak akan mengganggu mereka selama mereka tidak mengganggu kami – inilah makna terdalam yang kami pahami dari ayat lakum dinukum wa liyadin -, dan kami akan menunjukkan teladan yang baik kepada mereka sehingga mereka simpati dengan dakwah ini dan mau memenuhi seruan kami.
Syekh Yusuf Qordowi dan M Natsir secara khusus menulis buku strategi dakwah dengan judul Fikih Dakwah dan Fiqhul Aulawiyat (Fikih Prioritas), beliau menuturkan di antara kelemahan ummat Islam adalah kurang teliti dan cermat dalam menetapkan skala prioritas program-program dakwahnya. Bila salah dalam menetapkan prioritas amal strategi dakwahnya, maka yang akan terjadi adalah tambal sulam dalam program dan kemubaziran waktu dalam aktifitas, oleh karenanya kami masih menganggap perlu malakukan dakwah ammah untuk meng-cover elemen mahasiswa yang belum terjaring dalam klasifikasi di atas.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusAfwan jiddan, saya copas kalimat2 inspirasi di bio antm namun tidak menyertakan sumbernya, jazakillah semoga lebih banyak manfaatnya.
BalasHapus