Senin, 26 Januari 2009

Puzzle Al Izzah

Albert Einstein, salah seorang ilmuwan terbesar yang pernah mampir ke dunia fana ini, mungkin akan lebih banyak mengeluarkan air mata jika saat ini ia masih hidup dan menyaksikan bagaimana bom super canggih merajalela menghancurkan kehidupan manusia.....
Einstein tidak pernah menyangka jika rumus yang ditemukannya. E = m.c2 digunakan untuk kepentingan yang salah......

Mari kita lupakan Einstein dan Nuklir.... Ternyata Einstein juga jago dalam hal tebak-tebakan. Di akhir musim dingin tahun 1963, Amerika sempat dibuat pusing dengan puzzle (teka-teki) yang dibuat oleh Einstein (mungkin sama pusingnya dengan kasus WTC). Dia mengatakan 98 % penduduk dunia tidak mampu memecahkan teka-teki ini.....
Jika Anda suka tantangan dan ingin menjadi penduduk dunia yang 2 %, silahkan coba tebakan Einstein dibawah ini :

Ada 5 buah rumah dengan warna berbeda, yang dihuni oleh satu orang pria dengan kebangsaan yang berbeda-beda. Setiap orang tersebut ternyata mempunyai jenis minuman, binatang piaraan, dan , menyukai merek T-shirt yang berbeda satu sama lainnya......
Pertanyaannya : ”Susun rumah tersebut berdasarkan penghuninya, dan siapa yang memelihara ikan?”
Petunjuk :


o Orang Inggris tinggal di rumah Merah
o Orang Swedia memelihara Kelinci
o Orang Denmark senang minum teh
o Rumah Hijau terletak tepat sebelah kiri rumah Putih
o Orang dirumah Hijau suka minum Kopi
o Orang yang memelihara Burung suka menggunakan T-shirt Capello
o Penghuni rumah yang terletak di tengah-tengah senang minum Susu
o Penghuni rumah Kuning menggunakan T-shirt Vacco
o Orang Norwegia tinggal di rumah paling pertama (paling kiri)
o Pengguna T-shirt Lawell tinggal di sebelah orang yang memelihara Kucing
o Pengguna T-shirt Vacco tinggal di sebelah orang yang memelihara Kuda
o Pengguna T-shirt Lasain senang minum Fruits Ice
o Di sebelah rumah Biru tinggal orang Norwegia
o Orang Jerman suka menggunakan T-shirt Polo
o Pengguna T-shirt Lawell bertetangga dengan orang yang suka minum air

Nah...., Anda berani menerima tantangan ini....Jangan hanya mengatakan ”Siapa Takut!!!” sebelum Anda mencoba....!!!

Kirimkan jawaban Anda via email ke izzatul_mukminin146@yahoo.co.id
Jawaban Anda yang benar akan mendapatkan salam ukhuwah dari kami....Created By : KPSDM M2F

Ushul al-‘Isyrin -Manhaj Ishlah Kontemporer-

Setelah kakhalifahan Turki Ustmani runtuh pada tahun 1924 M muncullah banyak gerakan penyadaran untuk kembali memperbaiki keadaan umat yang kian terpuruk. Namun sayang gencarnya semangat penyadaran ini dibarengi juga oleh berbagai konflik dan kekisruhan pemikiran.....
Kondisi umum berbagai jama’ah Islam di Mesir (dan dunia Islam pada umumnya) menampakkan gejala ”parsialisasi Islam” dalam gerakan dakwah mereka. Masing-masing hanya memperhatikan satu aspek tertentu saja dari risalah Islam yang syumul ini, menitikberatkan kepada yang satu dengan meninggalkan aspek-aspek lainnya.
Ada yang hanya memperhatikan aspek aqidah saja, atau aspek ibadah saja, atau aspek kultural saja, dalam ajaran Islam. Ada pula tarekat-tarekat sufi yang hidup di sudut-sudut sempit dari lingkup Islam yang besar, yang hanya mementingkan aspek rohani yang bersifat ritual dan menyendiri atau aspek sosial yang sempit dalam batas-batas tarekat. Dan adapula jama’ah-jama’ah politik atau partai politik yang umumnya berorientasi ”Nasionalisme-Sekulerisme” yang para pemimpinnya terdiri atas orang-orang berlatarbelakang pendidikan barat yang sekuler. Diantara jama’ah-jama’ah itu ada yang menganggap jelek orang-orang yang sibuk memperhatikan dan menekankan aspek-aspek lainnya.
Dilatarbelakangi oleh berbagai kondisi yang melanda gerakan-gerakan Ishlah (reformasi) inilah Hasan Al Banna berhasil mengidentifikasi persoalan yang dihadapi umat ini dengan sangat jelas. Didasari oleh relitas inilah maka Imam Syahid Hasan Al Banna memformulasikan kerangka berfikir untuk meyatukan semua gerakan penyadaran umat untuk kerja bahu-membahu.
Diantara berbagai kekeliruan dan penyimpangan baik dalam pemikiran maupun dalam tindakan umat Islam ditangkap dan dipetakan dalam amat cerdas oleh beliau, khususnya di Mesir ketika itu adalah sebagai berikut :
1. Pemisahan urusan politik, kekuasaan, agama, dan negara.
2. Pengertian akhlak yang sesungguhnya dipisahkan dengan keperluan menggunakan kekuatan dalam mengukuhkan kedudukan Islam di muka bumi. Pemahaman ini menekankan seolah-olah kekuatan dalam pengertiannya yang luas bertentangan dengan nilai akhlak yang mulia.
3. Kegagalan dalam mengkorelasikan keunggulan ilmu-ilmu Islam dan peranannya sebagai dasar hukum dan perundang-undangan begi penegakkan hukum dan penyelesaian perselisihan antara manusia.
4. kekeliruan antara memuliakan nash-nash Al Qur’an dan As Sunnah sebagai simbol-simbol yang bersifat bathiniyyah dan tidak dapat dipahami dengan menjadikannnya sebagai sumber pegangan hidup dan asas atas segala ’ilmu dan ’amal.
5. Pengamalan perkara-perkara yang dapat mengandung unsur syirik seperti tangkal, jampi dan sebagainya dengan mengatasnamakan agama.
6. Tidak dapat membedakan antara bolehnya berpegang kepada pendapat imam-imam madzhab dengan tuntutan berpegang kepada hujjah-hujjah yang sesuai dengan Al Qur’an dan As Sunnah.
7. Tidak dapat melakukan pemisahan antara perkara-perkarata’abbud dengan perkara-perkara yang bersifat ’adat.
8. Tidak dapat membedakan mana perkara ushul dan mana perkara yang cabang dalam Islam, sehingga persoalan furu’ dalam masalah fiqh menjadi sebab perselisihan dan perpecahan.
9. Gagal dalam mengidentifikasi masalah umat Islam sehingga terjebak menghabiskan banyak waktu dan tenaga dalam perdebatan hukum-hukum yang tidak berlaku.
10. Gagal dalam membedakan antara mentauhidkan Allah dengan terbawa-bawa dalam peraselisihan ’ulama’ terkait penafsiran dan penta’wilan ayat-ayat Al Qur’an dan hadist-hadist yang berhubungan dengan sifat-sifat Allah.
11. Gagal dalam membedakan antara amalan-amalan biasa yang telah meluas dalam masyarakat dengan pengertian bid’ah dalam Islam.
12. Tidak adapat membedakan antara bolehnya mengasihi dan mencintai salihin dengan mengkultuskan mereka dan tidak dapat membedakan antara asas-asas iman dengan natijah-natijah iman yang sahih.
13. Mencampuradukkan amalan-amalan sunat dengan amalan-amalan yang dapat membawa kepada syirik seperti meminta-minta kepada orang mati, menyeru orang mati dan lain-lain ketika menziarahi kubur, sedangkan menziarahi kubur adalah sunat.
14. Tidak dapa membedakan antara bertawasul sebagai kaifiat do’a dengan bertawasul sebagai unsur utama dalam do’a.
15. Tidak dapat membedakan ’uruf-’uruf yang diterima syara’ dengan ’uruf-’uruf yang bertentangan dengan syara’.
16. Tidak dapat meletakkan keseimbangan antara amal-amal lahir dengan amal-amal batin.
17. Gagal dalam mendudukkan akal sehingga terdapat satu pihak yang enggan menggunkan akal karena takut menyalahi nash, sedangkan terdapat pula satu pihak yang menggunakan akal secara bebas hingga meminggirkan nash.
18. Terbawa-bawa dalam mengkafirkan kaum muslimin karena kesalahan dan dosa-dosanya.
Hasan Al Banna berhasil mendamaikan konflik diantara aliran pemikirang yang ada saat itu. Dalam persimpangan inilah Hasan Al Banna menggariskan jalan pertengahan yang sahih dan tepat bagi mengembalikan umat Islam untuk memahami risalah Islam yang asli. Hasan Al Banna menggariskan dua puluh prinsip berkaitan dengan permasalahn ini yang dinamakan sebagai ”Ushul ’Isyrin” . Secara ringkas, ushul ’isyrin menggariskan perkara-perkara berikut :
1. Islam adalah al-Din yang syamil.
2. Al Qur’an dan As Sunnah adalah sumber utama kehidupan.
3. Iman adal;ah asas utama sedangkan najitah-natijah iman seperti kasyaf, mimpi, ilham, dan sebagainya tidak menjadi matlamat ibadah dan tidak boleh menjadi hujjah.
4. Jampi-jampi yang berdasarkan nash saja yang diterima sedangkan selainnya batal dan ditolak.
5. Pendapat imam dapat diterima seandainya tidak berlawanan dengan kaidah-kaidah syari’at Islam.
6. Perkataan siapa saja boleh ditolak atau diterima kecuali perkataan Rasulullah SAW.
7. Muslim yang belummencapai peringkat ilmu yang tinggi dapat mengikuti pendapat salah satu imam mazhab, tetapi harus berusaha untuk terus meningkatkan ilmunya.
8. Perselisihan dalam perkara-perkara furu’ tidak boleh menjadi sebab terjadinya perpecahan.
9. Membicarakan perkara-perkara yang tidak waqi’i adalah memberta-beratkan dan mesti ditinggalkan.
10. Sifat-sifat Allah bersih dari ta’wil-ta’wil yang salah.
11. Bid’ah yang jelas bertentangan dengan nash adalah dholalah.
12. Baid’ah dalam ibadah mutlak adalah masalah khilafiyyah.
13. Mengasihi para salihin adalah untuk tujuan taqarrub kepada Allah.
14. Amalan ziarah kubur hendaknya dilakukan berpedoman kepada sunnah.
15. Tawassul adalah masalah khilafiyyah dalam kaifiat do’a
16. ’Uruf yang salah tidak mengubah hakikat lafazh syari’at.
17. Aqidah adalah asa kepada amal. Amal hati lebih penting daripada amal zahir, tetapi mencapai kesempurnaan dalam kedua-duanya adalah tuntunan syara’.
18. Islam menempatkan akal di stu tempat yang mulia.
19. Dalam perkara yang qat’i, syari’at dan akal tidak bertentangan.
20. Tidak boleh mengkafirkan orang yang mengucapkan syahadatain karena maksiat yang dilakukannya.
Pemikir Islam dari Syiria, Sayyid Hawwa mengatakan : ”Kedua puluh dasar yang disebutkan oleh Hasan Al Banna ini mertupakan hasil dari pandangan yang tafshili (teliti) terhadap kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Ia juga sebagai hasil penelitian yang luas terhadap kitab-kitab ushul fiqh dan aqidah. Ia juga sebagai hasil dari pemahaman yang mendalam terhadap realitas umat Islam dan juga pengetahuan yang tinggi dalam membedakan mana yang baik dan yang buruk diantara perkara-perkara yang telah diwariskan oleh umat Islam.”
Namun cara penyajian ushul tersebut dan kedudukan utama ke-20 prinsip tersebut sebagai asas pemikiran tajdid Al Banna adalah sesuatu yang penting. Ini karen Ushul ’Isyrin bukan hanya sebagai panduan-panduan yang bersifat ilmu, tetapi Ushul ’Isyrin adalah satu ijtihad dalam menentukan suatu pendekatan untuk mengemukakan Islam sebagai satu dasar hidup yang syumul. Manhaj seperti ini sangat penting bagi masyarakat Islam yang berhadapan dengan serangan pembaratan. Manhaj yang mendamaikan banyak kekeliruan ini sedemikian penting dalam membersihkan keserabutan pemikiran di kalangan masyarakat Islam di masa itu.
Apa yang terdapat dalam Ushul ’Isyrin mungkin merupakan persoalan badihiyyat (aksiomatik) pada hari ini. Tetapi pada saat pertama kali hal ini dikemukakan keadaannya tidak seperti itu. Perkara-perkara yang terkandung dalam Ushul ’Isyrin menjadi badihiyyat pada saat ini setelah Asy Syahid Hasan Al Banna menegaskan dan menekankannya kepada anggota ikhwan di dalam jama’ahnya. Kemudian mereka inilah, melalui amal, ceramah-ceramah, kuliah-kuliah dan khususnya penulisan-penulisan, telah mempopulerkan manhaj tersebut kepada umat Islam ke seluruh dunia pada abad kedua puluh ini.
Dengan demikian nyatalah bahwa Ushul ’Isyrin sebagai ’Manhaj Ishlah’ juga dapat dianggap sebagai satu ijtihad karena kedudukannya yang istimewa sebagai asas pertama dalam pembinaan para tentara dakwah yang multazim. Melalui asas Al Fahmu sebagai arkanul ’asyarah yang pertama maka gerakan tajdid dalam memahami Islam dilakukan dalam abad ini melaui Ushul ’Isyrin.
Hasan Al Banna memperbaharui pendekatan terhadap metode bagaimana umat Islam memahami Islam yang asli.hal ini membuat ’melek’ umat Islam yang berpuluh-puluh tahun berada dibawah dominasi penjajahan barat.
Risalah ini termasuk risalah terpenting yang ditulis oleh Hasan Al Banna.Bahkan Utadz Abdul Halim Muhammad mengganggapnya sebagai puncak dan intisari dari semua risalah yang beliau tulis.
Rislah ini berisi strategi jama’ah ikhwan dalam tarbiyah dan pembentukan kader. Juga berisi tentang tujuan-tujuan dakwah dan perangkat untuk mencapai tujuan tersabut. Asy Syahid menulis risalah ini untuk para anggota ikhwan yang tulus, para mujahid atau yang disebut dengan kader inti Ikhwan. Dimana gaya bahasa yang dipakai adalah gaya bahasa instruktif untuk beramal, bukan sekedar pembicaraan.
Teori reformasi yang diusulkan oleh Hasan Al Banna adalah sebuah sintesa atas berbagai visi dan orientasi sebagai ”modus bersama” yang menghimpun berbagai kecenderungannya, menyatukan persepsi fundamental mereka mengenai persoalan-peroalan global dan masalah-masalah besar, meski dalam masalah-masalah furu’ yang kecil mereka tetap memiliki perbedaan, dan agar Ushul ’Isyrin dapat menjadi poros bertemunya berbagai gerakan Ishlah.
”Sesungguhnya terapi bagi keterpurukan, perpecahan kata, kehancuran dan kemunduran peradaban umat Islam tidak bisa dilakukan dengan terapi tunggal, ia harus dengan terapi komprehensif. Begitu juga manhaj reformasi untuk membebaskan umat Islam dari keterpurukannya haruslah komprehensif tanpa memprioritaskan manhaj sqalah satu reformis., tetapi harus mencakup seluruh unsur reformasi. Dengan itulah semua kondisi umat Islam akan membaik.” begirulah yang ditulis Asy Syahid Hasan Al Banna menjelaskan gagasan reformasinya.....

Selasa, 20 Januari 2009

Inilah Islam Mengajarkan Saya Bagaimana Seharusnya Saya Berdakwah

Nahnu Du’aatun Qabla Kulli Syai’in (Kami adalah da’i sebelum menjadi apapun). Inilah indahnya Islam mengajarkan kita bahwa sesungguhnya kita mempunyai tanggung jawab besar untuk memikul risalah agama ini, tetapi bukan hanya itu, Islam juga menuntut sebagai konsekuensi dari keber-Islam-an kita bahwa kita juga berkewajiban untuk menyampaikannya bukan hanya kepada sesama muslim tetapi juga kepada orang-orang yang belum ridho kepada kebenaran ajaran agama yang hanif ini. Islam bukan hanya menuntut seseorang sholeh secara pribadi, tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam juga menuntut orang tersebut sholeh secara sosial. Yang kami maksud sholeh secara sosial adalah mereka -orang yang sholeh secara pribadi- juga mempunyai tanggung jawab untuk mampu merekayasa lingkungan sekitarnya sehingga mereka dengan sadar mau menerima kebenaran Islam, dan untuk merekayasa kondisi ini hanya ada satu jalan, tidak ada pilihan jalan selainnya yaitu menyampaikan risalah ini kepada mereka melaui Berdakwah Dengan Hikmah dan Berdakwah Dengan Mau’idzah Hasanah. Bukankah Allah SWT telah berfirman :

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An Nahl: 125)

Rasulullah juga pernah mengingatkan kita dalam hadistnya :

“Agama ini adalah nasihat. Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin umat Islam, dan bagi seluruh kaum muslim.” (HR Muslim)

Titik sentral upaya kebangkitan Islam (Al khilafatu ‘ala minhajin nubuwah) adalah kebangkitan para pemuda. Olah karena itu, amat besar perhatian Islam terhadap para pemuda dalam muwujudkan tuntutan-tuntutan ini. Tidak disangsikan lagi karena memang “Pemuda adalah simbol hati yang masih jernih sehingga memiliki keyakinan dan iman yang kuat, kejujuran yang memungkinkan untuk memiliki ketulusan dan keikhlasan dalam beramal, serta semangat yang menggebu yang memungkinkan untuk beramal dengan sungguh-sungguh dan penuh dengan pengorbanan” (Hasan Al Banna).

Likulli marhalah rijaluha –Setiap marhalah dakwah memiliki rijal masing-masing yang memiliki karakter yang sesuai dengan karakter zamannya- dan sebagaian besar dari mereka adalah pemuda maka rasanya tidak salah jika saya mengatakan pemuda adalah sasaran dan target utama dalam dakwah, hal ini telah disinyalir dalam Al Qur’an dan Rasulullah melalui hadistnya.

“Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Rabb mereka, dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka.” (QS. Al Kahfi: 13)

“Saya wasiatkan para pemuda kepadamu dengan baik, sebab mereka berhati halus. Ketika Allah mengutus diriku untuk menyampaikan agama yang bijaksana ini, maka kaum mudalah yang pertama-tama menyambut saya, sedang kaum tua menentangnya.” (Al Hadist)

Selain itu, para pemuda adalah icon perubahan karena sepanjang sejarah meraka senantiasa Qobilut Taghyir (penerima perubahan) dan Anashir Taghyir (pelaku perubahan). Maka alangkah tidak berlebihan ketika Hasan Al Banna menyampaikan isi hatinya tentang para pemuda yang tulus hatinya “Oleh karena itu, sejak dulu hingga sekarang pemuda merupakan pilar kebangkitan. Dalam setiap kebangkitan, pemuda adalah rahasia kekuatannya. Dalam setiap fikrah, pemuda adalah pengibar panji-panjinya”. Alasan terakhir adalah karena pemuda memiliki semangat yang menggelora yang ingin menunjukkan eksistensinya sebagai pemuda yang mampu memikul tanggung jawab yang berat. “Gelora pemuda adalah romantisme perjuangan. Mereka senantiasa hendak menunjukkan diri sebagai manusia yang berarti yang dapat memikul tanggung jawab berat. Mereka berusaha memunculkan diri sebagai manusia yang memiliki poweritas,sehingga eksistensi jiwa mudanya benar-benar memancar” (Abdullah Nasih 'Ulwan)

“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan” (Al Baqarah : 149). Terinspirasi dari ayat tersebut dan berdasarkan analisis kondisi maka kami -dengan sangat sederhana- dapat menguraikan objek dakwah ke dalam beberapa klasifikasi yang kami sebut dengan istilah 4A sehingga dalam setiap klasifikasi memerlukan perlakuan yang berbeda pula sebagai berikut :

1. Golongan Akademisi

Yang kami maksud “Golongan Akademisi” adalah objek dakwah yang hampir seluruh waktunya dihabiskan untuk menuntut ilmu pengetahuan. Dalam kamus mereka hanya dikenal “Tiada hari tanpa belajar!!!”. Untuk mereka kami siapkan metode-metode dakwah sebagai berikut :

  1. Dakwah Fardiyah :

Dakwah fardiyah dilakukan oleh asisten, hal ini karena dakwah yang bijak menurut Ustadz Sayyid Quthub adalah yang memperhatikan situasi dan kondisi dari para mad’u (objek dakwah). Jika mad’u adalah seorang akademisi maka yang melakukan dakwah fardiyah adalah seorang akademisi juga.

  1. Dakwah Ammah :

1. Seminar-seminar/ symposium/ Workshop yang berkaitan dengan disiplin ilmu kedokteran, yang kemudian kita ditinjau dari 2 segi yaitu segi ilmu kedokteran yang murni dan ilmu agamanya (fiqh kontemporer).

2. Pembentukan kelompok belajar yang dipimpin oleh seorang asisten

3. Kegiatan-kegiatan penelitian sebagai sarana “tafakkur”

4. Pengkajian ilmu kedokteran Islam, dll

2. Golongan Aktivis/ Organisatoris

Yang kami maksud dengan “Golongan Aktivis” adalah objek dakwah yang hampir sebagaian besar aktivitasnya adalah berorganisasi.

a. Golongan “Ideologis Kiri”

Yang kami maksud Golongan “Ideologis Kiri” adalah kelompok yang ditandai dengan gaya berpikir yang khas yaitu mengusung ide social demokrasi, sosialis, dan sejenisnya. Mereka sebenarnya sama-sama mengharapkan kebaikan bagi masyarakat, namun kebaikan yang mereka impikan diyakini akan terwujud dengan mengimplementasikan ideology mereka. Kepada mereka kami menyiapkan metode Berdialog Dengan Cara Yang Lebih Baik untuk menyakinkan bahwa tidak akan terjadi perbaikan tehadap bangsa ini, kecuali diperbaiki dengan manhaj (metode) perbaikan, pada awal kalinya dibangun, artinya perbaikan umat ini harus kembali kepada nilai-nilai ashalah (orsinil) sebagaimana kejayaan umat ini pertama kali dibangun oleh Muhammad Rasulullah SAW (Imam Malik).

Marilah kita menyimak perintah Allah swt. kepada Nabi Musa dan Nabi Harun, ketika hendak menghadapi Fir’aun. Di sini Allah swt mengajarkan sebuah cara yang sangat baik. Allah berfirman: “Pergilah kamu berdua kepada Fir`aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (Thaha: 42-43)

b. Golongan “Ideologis Kanan”

Yang kami maksud dengan “Golongan Ideologis Kanan” adalah mereka yang memahami Islam secara sempit. Mereka mengkafirkan golongan yang tidak sejalan dengan fikrah mereka. Kepada mereka kami akan saling menolong dan bekerja sama dalam hal-hal yang disepakati dan bertoleransi terhadap masalah khilafiyah.

3. Golongan Agamis

Yang kami maksud dengan “Golongan Agamis” adalah mereka yang dalam kehidupannya telah merasakan indahnya hidup bersama Islam. Inilah mungkin yang disebut oleh Rasulullah sebagai pemuda yang tumbuh dan berkembang dengan beribadah kepada Allah (HR Bukhari Muslim). Akan tetapi, kelompok inipun masih terbagi menjadi 3 golongan yang mungkin salah satu dari kelompok ini tidak termasuk dalam criteria Rasulullah di atas.

a. Golongan Hanif

Yang kami maksud dengan “Golongan Hanif” adalah kelompok yang memiliki pemahaman Islam namun dalam batas pemahaman secara umum dan ia membandingkan konsep hidup baik dari Islam atau selainnya. Kepada mereka kami menyiapkan : Ta’lim/ Tasqif, Kajian Fiqh, Tahsinul Qur’an, Pembelajaran bahasa Arab, Rihlah, dll

b. Golongan Rasionalis Islam

Yang kami maksud dengan “Golongan Rasionalisasi Islam” adalah mereka yang hanya memandang Islam sebagai konsumsi akal saja, sebatas wacana, atau filsafat. Kepada mereka kami akan Berdialog Dengan Cara Yang Lebih Baik untuk menjelaskan kepada mereka bahwa iman adalah at tasdiiqu bi qolbi, al qoulu bi lisan, al amalu bi dan kami akan menjelaskan kepada mereka bahwa “Aqidah adalah asas bagi aktivitas, amalan hati lebih penting dari amalan anggota badan. Namun upaya mencapai kesempurnaan pada kedua hal tersebut merupakan tuntutan syariat, meskipun kadar tuntutan masing-masing berbeda.” (Hasan Al Banna). Agama yang tegak dengan hati, berupa kaimanan dalam bentuk ilmu maupun keyakinan merupakan ushul(pokok), sedangkan aktivitas yang tampak merupakan cabang, dan itulah keimanan yang sempurna –Ibnu Taimiyah-

c. Golongan Emosional Islam

Yang kami maksud dengan “Golongan Emosional Islam” adalah mereka yang memiliki keterikatan secara emosi dengan Islam, mulai memaknai hidup dengan Islam dan cenderung reaktif dalam menyikapi permasalahan umat. Kepda mereka kami siapkan ta’lim, bedah buku-buku Islam, diskusi public tentang wajah dunia Islam saat ini, dll. Kami siapkan juga bulletin, pamphlet, dan brosur sebagai media untuk menyampaikan keadaan umat Islam di belahan bumi yang lain dan sebagai menyampaian kafa’ah syar’i.

4. Golongan Apatis

Yang kami maksud dengan “Golongan Apatis” adalah mereka yang tidak peduli dengan kondisi disekitarnya, tidak menghiraukan seruan da’wah dan tidak memberikan respon terhadap panggilannya. Orang-orang semacam ini menempati urutan terakhir dalam prioritas dakwah, karena kami meyakini kaedah yang mengatakan: "Ambillah yang mudah dan tinggalkan yang sulit, jika ada yang mudah". Kepada mereka kami tetap menyeru kepada kebaikan dengan syiar-syiar keislaman melaui bulletin, pamphlet, brosur, dll dengan harapan suatu ketika mereka akan menerima seruan ini dan mengikuti jejaknya. kami juga akan membuka ruang-ruang diskusi untuk mereka.

5. Golongan Antipati

Yang kami maksud dengan “Golongan Antipati” adalah mereka yang membenci dakwah ini dan menghalangi orang lain untuk mendapatkan hidayah Allah. Kepada mereka kami hanya meminta pertolongan dari Allah atas kejahatan mereka terhadap kami, di sisi lain kami akan tetap menyebarkan syiar-syiar Islam kepada mereka dan kami akan berusaha Berdialog Dengan Cara Yang Lebih Baik untuk membuktikan kepada mereka bahwa sesungguhnya Islam adalah rahmatan lil alamin (rahmat bagi semesta alam), kami tidak akan mengganggu mereka selama mereka tidak mengganggu kami – inilah makna terdalam yang kami pahami dari ayat lakum dinukum wa liyadin -, dan kami akan menunjukkan teladan yang baik kepada mereka sehingga mereka simpati dengan dakwah ini dan mau memenuhi seruan kami.

Syekh Yusuf Qordowi dan M Natsir secara khusus menulis buku strategi dakwah dengan judul Fikih Dakwah dan Fiqhul Aulawiyat (Fikih Prioritas), beliau menuturkan di antara kelemahan ummat Islam adalah kurang teliti dan cermat dalam menetapkan skala prioritas program-program dakwahnya. Bila salah dalam menetapkan prioritas amal strategi dakwahnya, maka yang akan terjadi adalah tambal sulam dalam program dan kemubaziran waktu dalam aktifitas, oleh karenanya kami masih menganggap perlu malakukan dakwah ammah untuk meng-cover elemen mahasiswa yang belum terjaring dalam klasifikasi di atas.